Mengarah.com – Jika perusahaan asuransi mengalami kepailitan, pemegang polis harus melakukan beberapa langkah hukum untuk melindungi hak-hak mereka. Permohonan pailit atas perusahaan asuransi hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. Setelah perusahaan asuransi dinyatakan pailit, kurator akan diangkat oleh Pengadilan Niaga untuk mengatur penyelesaian pembagian aset dan memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit yang ditujukan terhadap debitor pailit.
Selama berlangsungnya kepailitan, tuntutan untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit hanya dapat diajukan dengan cara mendaftarkannya untuk dicocokan. Perlindungan hukum bagi pemegang polis asuransi diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, dan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Para pemegang polis dengan segala konsekuensi atau akibat hukumnya mengikatkan diri dengan perusahaan asuransi yang diwujudkan melalui suatu perjanjian asuransi. Dalam membuat suatu perjanjian, termasuk dalam perjanjian asuransi sesuai dengan Pasal 1313 KUH Perdata paling tidak harus menggunakan format perjanjian baku yang sudah ditentukan oleh perusahaan.
Jika pemegang polis mengalami penolakan klaim oleh perusahaan asuransi yang dinyatakan pailit, upaya hukum yang dapat dilakukan adalah mengajukan suatu upaya hukum dengan mengumpulkan bukti-bukti yang berkaitan dengan utang tersebut untuk kemudian digunakan sebagai dasar pengajuan gugatan ke pengadilan
Kepailitan perusahaan asuransi dapat menyebabkan pemegang polis mengalami kerugian. Pemegang polis tidak memiliki kewenangan untuk mengajukan permohonan PKPU terhadap perusahaan asuransi yang pailit.
Dalam kasus kepailitan perusahaan asuransi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki peran penting dalam memberikan perlindungan hukum bagi pemegang polis. OJK menilai apakah perusahaan asuransi tersebut mampu melaksanakan tanggung jawabnya berdasarkan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Jika perusahaan asuransi tidak mampu melaksanakan tanggung jawabnya, maka OJK akan membentuk dana jaminan sebagai upaya perlindungan hukum bagi pemegang polis atau tertanggung ketika perusahaan asuransi mengalami pailit atau likuidasi. Namun, jika terjadi kasus gagal bayar oleh perusahaan asuransi jiwa, maka kepailitan tidak selalu menjadi risiko yang harus dihadapi oleh pemegang polis. Perusahaan asuransi jiwa biasanya menjadi pihak ketiga pengalihan risiko, namun tetap memiliki risiko.
Salah satu contoh kasus kepailitan oleh perusahaan asuransi di Indonesia adalah kasus PT Asuransi Jiwa Kresna Life pada tahun 2019. Dalam kasus ini, pemegang polis yang telah membayar premi tidak dapat menerima klaim asuransi karena perusahaan asuransi mengalami kesulitan keuangan dan akhirnya dinyatakan pailit. Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pemegang polis dalam kasus kepailitan perusahaan asuransi antara lain adalah mengajukan klaim ke Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk mendapatkan penggantian atas kerugian yang diderita.