Mengarah.com – Artikel
Oleh : Samuel Jeckson. S
Dosen : Dr. Mutia Evi Kristhy,S.H.,M.Hum
Fakultas Hukum Universitas Palangkaraya
ABSTRAK
Perdagangan internasional merupakan kegiatan yang dilakukan antar negara yang satu dengan negara lainnya. Kegiatan ini berkaitan dengan perekonomian suatu negara yang bersengkutan. Perdagangan Internasional ini tidak terlepas dari perjanjian yang di sepakati kedua belah pihak. hal ini yang menjadi sorotan dalam artikel ini yang mana akan di telaah lagi apa bagaimana permasalahan serta penyelesaian dari permasalahan perdagangan Internasional itu sendiri. alasan selanjutnya bagaimana organisasi perdagangan internsional mengalami perubahan bahkan pada pembatalan pembentukan organisasi perdagangan Internasional.
PENDAHULUAN
Manusia adalah mahluk sosial, yang akan saling berinteraksi kepada sesama mahluk hidup termasuk manusia. Dalam kegiatan sehari-hari manusia akan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya dalam hal pemenuhan kebutuhan yang di maksud, orang-orang akan melakukan hubungan timbal balik yang pastinya untuk mendapatkan sesuatu yang di inginkan.
Sebelum mengenal rupiah masyarakat melaksankan berter dalam mendapatkan sesuatu kebutuhan. Barter merupakan proses pertukaran barang dengan barang yang dilakukan oleh masyarakat dengan cara menukarkan barang yang satu dengan barang yang lain. mereka berperan sebagai penjual namun pembayarannya tidak menggunakan uang, melainkan menggunakan barang[1]. Sebelum mengenal rupiah manusia melakukan berter untuk mendapatkan sesuatu yang di perlukan. Seiring perkembangan teknologi banyak sistem-sistem yang mengalami kemajuan termasuk dalam perekonomian. Mulai di temukannya mata uang yang mana mata uang ini di pergunakan untuk memenuhi kebutuhankebutuhan. Sehingga sistem berter semakin jarang di pergunakan di kalangan masyarakat. Seiring perkembangan teknologi lagi perdagangan dalam negeri juga berkembang pesat dengan mulai mudahnya transaksi-transaksi di dalam mauapun luar kota. Dengan kemajuan perdaganagn ini membantu pertumbuhan ekonomi di setiap daerah.
SDM(Sumber Daya Manusia) merupakan salah satu faktor pertumbuhan ekonomi di suatu negara dan di Indonesia sendiri SDM(Sumber Daya Manusia) cukup untuk membantu perekonomian. Perkembangan perekonomian di Indonesia juga berkembang pesat melalui sistem perdagangan. hal ini bisa di lihat dari tingkat ekspor dan impor per tahunnya dimana nilai ekspor dari Indonesia semakin meningkat dengan pertumbuhan ekonomi yang sehat.
Perlu di ketahui bahwa tidak ada negara yang mampu memenuhi kebutuhan dalam negara itu sendiri, oleh karena itu di kenal adanya perdagangan internasional. Perdagangan internasional merupakan kegiatan berdagang antar dua negara yang mana keduanya sudah saling setuju di laksanakannya perdagangan yang di maksud. Adanya Landasan ekonomi internasional dan perdagangan internasional yang menjadi aplikasi dari perekonomian internasional menjadikan hubungan dari kedua sistem ini erat dan tak terpisahkan.
Dalam perkembangannya perdagangan internasional sudah melalui 5
tahapan evolusi, yaitu
- Tahap Pertama ( Perusahaan Domestik )
Yang mana pada tahap ini lingkup dari perusahaan itu terbatas yang sudah di kenal yakni perusahaan dari negara sendiri.
- Tahap Kedua ( Perusahaan Internasional )
Pada tahap ini pemasaran mulai dikembang kan ke luar negeri namun etnosentris masih berorientasi pada dalam negeri.
- Tahap Ketiga ( Perusahaan Multinasional )
Mulai di kenalnya perbedaan pasar di seluruh dunia yang mana fokus dari tahap ini adalah perusahaan dapat merumuskan secara strategi yang unik pada setiap negara yang ada perusahaan menjalankan bisnis
- Tahap Keempat ( Perusahaan Global )
Perusahaan mendominasi seluruh pasar dan industri di seluruh dunia dan menjadi perusahaan transnasional yang merupakan perusahaan dunia yang berpadu membuat laba.
- Tahap Kelima ( Perusahaan Transnasional )
Mengadopsi strategi global yang memungkinkan meminimalkan penyesuaian dari berbagai negara pada yang benar-benar menambah nilai bagi pelanggan dari negara tersebut.[2]
Hingga saat ini yang berkaitan dengan perdagangan internasional tidak terlepas dari perjanjian-perjanjian, yang mana perjanjian tersebut sebagai tanda mengikat antar perusahaan yang terlibat. Dengan melihat pentingnya pemenuhan perjanjian di bidang ekonomi dan perdagangan membuat di lahirkannya aturanaturan baru yang mengatur segala kegiatan perdagangan internasional baik dalam barang, jasa kemudian penanaman modal antar negara yang bersangkutan.
Sejarah perkembangan Hukum Perdagangan Internasional, dalam pengaturan dan juga pengawasan sistem perdagangan internasional yang ideal negara membentuk organisasi-organisasi perdagangan dunia. Hal ini di mulai dari pembentukan International Trade Law (ITO), General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1947, hingga pada terbentuknya World Trade Organization (WTO). Yang mana pembentukan organisasi perdagangan internasional ini sebagai bentuk adanya keinginan yang cukup besar dalam menciptakan sistem perdagangan yang fair.[3]
PEMBAHASAN
Perencanaan pembentukan International Trade Law (ITO) atau Organisasi Perdagangan Internasional di latar belakangi kekhawatiran masyarakat terhadap masalah-masalah yang terjadi dalam proses perdagangan di luar dari keuangan dan moneter internasional dan juga rekontruksi serta pembangunan. Amerika serikat menilai pembentukan organisasi ini akan memperluas permintaan komoditi serta menjadi front liner perdagangan ke negera-negara. Oleh karena itu Amerika Serikat menjadi negara yang pertama pengusulan pembentukan organisasi ini. Namun dalam pembentukan International Trade Law (ITO) itu sendiri terjadi penolakan dari kongres amerika serikat yang di latar belakangi ada nya kekhawatiran terhadap berkurangnya kewenangan Amerika Serikat dalam menentukan kebijakan.[4]
Kegagalan pembentukann ITO sebagai organisasi menghasilkan sebuah perjanjian multilateral yang bentuk dari perjanjian ini adalah pembentukan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1947 yang mana pembentukan ini dengan mensyaratkan adanya pengurangan tarif yang berada dalam naungan International Trade Law (ITO) dan dengan kegagalan pembentukan ITO itu sendiri GATT menggantikan ITO sebagai organisasi internasional yang di diberlakukan dengan Protocol of Provisional Application (PPA) yakni organisasi internasional sementara yang
kemudian di tandatangani tahun 1947 dan menjadikan GATT sebagai perjanjian internasional yang mengikata.[5]
GATT (General agreement on Tariffs and Trade) lembaga internasional yang di bentuk untuk menyelenggarakan kesepakatan mengenai prinsip perdagangan dan usaha-usaha dalam penyeimbangan harga di pasar dunia.[6]
Berdasarkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA) pasal 1 kedudukan GATT sendiri menjadi forum penyelesaian sengketa antar negara peserta yang mana dalam penyelesaiannya GATT berpedoman pada prinsip Most-Favour-Nation yakni kebijakan yang harus di laksanakan atas dasar nondiskriminatif. Dalam pencapaian tujuan, GATT sendiri memiliki 5 yang menjadi prinsip utamanya :
- Prinsip Most-Favour-Nation semua negara harus di berlakukan atas dasar yang sama dan semua negara menikmati keuntungan dari suatu kebijaksanaan perdagangan. Dan dalam pelaksanaannya terdapat pengecualian yang mana lebih di khususkan pada negara berkembang ( Pasal XXV)
- Prinsip National Treatment
Prinsip ini merupakan hasil dari negosiasi atau perundingan di antara negaranegara anggota. Yang mana pada prinsip ini harus memperlakukan produk yang di impor kepada suatu negara sama seperti hal nya produk dalam negeri itu sendiri baik itu penentuan pajak maupuan pungutan biaya lainnya.
- Prinsip Larangan Restriksi (pembatasan) kuantitatif
Pada prinsip ini perlu adanya batasan terhadap ekspor dan impor dalam bentuk apapun yang tertuang pada (Pasal IX) hal ini di nilai mempengaruhi pelaksanaan perdagangan yang normal. Dan jika penerapan ini di berlakukan harus tetap berdasarkan prinsip non diskriminatif.
- Prinsip Perlindungan Melalui Tarif.
Penetapan komitmen tarif ini menjadi salah satu usaha dalam menurunkan tingkat tarik dari sebuah negara hingga sampai pada angka terkecil atau level serendah-rendahnya. Yang mana pada masa GATT perubahan tarif dari tahun 1948 menurun 34% hingga 4% di tahun 1994. 5. Prinsip Resiprositas
Prinsip yang mendasar dalam GATT yang tertuang dalam preambule GATT yang menyebutkan perundingan-perundingan tarif di dasarkan atas dasar timbal balik dan saling menguntungkan kedua belah pihak.[7]
Disepakatinya GATT didasarkan pada pertimbangan bahwa hubungan antar negara di bidang perdagangan dan ekonomi harus dijalankan dengan sasaran untuk meningkatkan standar hidup, menjamin lapangan kerja dan meningkatkan penghasilan dan pemenuhan kebutuhan, pemanfaatan sumber-sumber daya dunia sepenuhnya, serta memperluas produksi serta pertukaran barang.[8]
Secara umum permasalahan mengenai anti-dumping masih berkenaan dengan ambigusitas aturan-aturan yang dipahami antar negara yang pada saat itu terdikotomi oleh dua kepentingan besar yaitu antara negara maju dan negara berkembang.[9] dalam perundingan Putaran Uruguay, terintegrasi dalam secara penuh dalam sebuah organisasi perdagangan dunia (WTO), dengan demikian kedudukan Anti-dumping Code 1994 tidak lagi merupakan perjanjian tambahan dari GATT melainkan bagian integral dari Agreement Establishing WTO itu sendiri.[10] Kekurangan pahaman terhadap aturan-aturan GATT akan mengakibatkan sulitnya pemanfaatan aturan-aturan tersebut bagi kepentingan perdagangan negara yang bersangkutan. Artinya tidak tercapainya tujuan-tujuan yang di maksud.[11]
Dalam penyelesaian sengketa GATT dalam lingkup internasional juga melalui 5 prosedur sampai pada pelaksanaan putusan dan rekomendasi. Yang mana penyelesaian sengketa di lakukan dengan pertama konsultasi yakni berupa perundingan informal maupun formal yang mana dalam perkembangan nya terdapat 2 pengaturan yakni yang pertama di kenal sebagai otomatis (automaticity) yang mana dalam hal ini penyelesaian sengketa tergantung pada ke sepakataan seluruh anggota GATT. Yang dua di kenal the understanding yang mana pada aturan ini di tetapkan nya tempu waktu 10 hari kepada negara termohon untuk menjawab permohonan negara pemohon. Selanjutnya, di kenal jasa baik,konsiliasi dan mediasi yang mana pada proedur ini ketika konsuiltasi dan negoisasi gagal, dan kemudian para pihaka yang terkait setuju maka sengketa dapat di serahkan kepada dirjen WTO sebagai pemegang penyelesaian sengketa pada prosedur ini. Selanjutnya pada prosedur panel yang persyarata-persyaratan dalam pendirian panel dan wewenangnya di atur dalam the understanding. Namun demikian jika para pihak sepakat dapat pula menentukan persyaratan-persyaratan baru di luar the understanding. Kemudiaan ketika pada putusan planel masih kurang jelas pihak yang bersangkutan dapat lanjut kepada prosedur banding. Yang mana dalam banding ini di batasi untuk memperjelas interprestasi (hukum) atas ketentuan dalam perjanjiam WTO. dan pada tahap akhir yaitu pada pelaksanaan putusan dan rekomendasi yang hal ini Dispute Settlement Body (DSB) memiliki kewenangan dalam pembentukan panel dan juga mengesah kan baik laporan (keputusan) panel maupun pada badan banding dan mengawasi dan mengimplementasikan keputusan dan rekoimendasi.[12]
Setelah 44 tahun lamanya, Indonesia juga di libatkan dalam penyelesaian sengketa GATT. adapun keterlibatan Indonesia dalam penyelesaian sengketa biasanya hanya selesai pada tahap konstitusi tidak sampai pada tahap panel[13]. Adanya desakan dari AS dan MEE, sehingga pemerintah Indonesia mengeluarkan seperangkat undang-undang di bidang HAKI dalam penangkapan sweeping. Dalam WTO juga ada beberapa yang melibatkan Indonesia hingga pada ke tahap penyelesaian panel. yang mana pada tahap konsultasi Indonesia di temukan pada negara maju.[14]
Upaya perbaikandan dan penyempurnaan aturan penyelesaian sengketa selama GATT berdiri memperlihatkan semakin berkembangnya kesadaran negara peserta GATT untuk lebih menempuh penyelesaian secara hukum. Dengan berbagai upaya penyelesaian yang di lakukan yakni, konsultasi, negoisasi, atau perundingan langsung di antara para pihak menjadi prioritas.
Forum penyelesaian sengketa dalam hukum perdagangan international pada prinsipnya juga sama dengan forum yang di kenal dalam hukum penyelesaian sengketa (internasional) yaitu negoisasi, penyelidikan fakta-fakta (inquiry), mediasi, konsiliasi, arbitrase, penyelesaian melalui hukum atau melalui pengadilan atau penyelesaian melalui yang di pilih dan di sepakati kedua belah pihak.[15]
Dengan melewati beberapa tahapan penyelesaian sengketa yang di atas jika memang belum di terselesainya snegketa maka akan di selesaikan melalui pengadilan nasional maupun internasional. Yang mana cara ini harus sesuai kesepakatan kedua belah pihak yang bersengketa untuk diselesaikan pada pengadilan (negeri) di suatu negara tertentu.
Kemungkinan kedua, pihak yang bersengketa akan menyerahkan sengketa pada pengadilan internasional yang mana dalam hal ini WTO yang menjadi organisasi penyelesaian antarnegara anggota nya. Adanya nya alternatif peradilan lain yakni Mahkamah Internasional (the Internasional court of justice) namun masih kurang di minati oleh pihak-pihak yang bersengketa dan menurut F.A. mann yang merupakan ahli hukum dari inggris, dari terbentuknya Mahkamah Internasional (1945) sampai pada 2005 masih 2 kasus di selesaikan dalam bidang ekonomi Internasional. Yang man Mann menilai ada 2 faktor penyebab suram nya penyelesaian sengketa pada Mahkamah Internasional. Yaitu pertama, kurang adanya penghargaan terhadap fakta-fakta spesifik mengenai duduk perkaranya. yang kedua, kurang keahliannya kemampuan Mahkamah dalam permasalahanpermasalahan bidang (hukum) ekonomi atau Perdagangan Internasional.[16]
KESIMPULAN
Perdagangan Internasional merupakan salah satu jalan dalam meningkatkan perekonomian dalam suatu negara yang mana hal ini di dorong dari nilai ekspor dan impor dari suatu negara. Akan tetapi dalam hal perdagangan juga tidak terlepas dari perjanjian-perjanjian yang menjadi pengikat antar pihak yang bersangkutan demi terjaganya kesepakatan yang di lakukan maka di bentuknya organisasi-organisasi yang di bentuk untuk mencegah serta menyelesaikan sengketa-sengketa dalam perdagangan Internasional.
Seiring di bentuknya organisasi mulai dari ITO sampai pada WTO banyak melalui proses yang masih memang belum sesuai dengan yang di harapkan negaranegara peserta. Hal ini yang menjadi alasan di bentuk ulangnya organisasi demi tercapainya kesejahteran negara anggota peserta. Yang mana World Trade Organization (WTO) menjadi satu-satunya organisasi Internasional yang mengatur perdagangan Internasional.
[1] Vitrina, Avi Nela. TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM BARTER (Studi di Desa Benowo Kecanmatan Bener Kabupaten Purworejo). Diss. IAIN SALATIGA, 2017.
[2] Perdagangan Internasional. N.p., Deepublish, 2018.
[3] Christhophorus Barutu, S. H. Ketentuan Antidumping Subsidi dan Tindakan Pengamanan (Safeguard) dalam GATT dan WTO. PT Citra Aditya Bakti, 2018.
[4] Christhophorus Barutu, S. H. Ketentuan Antidumping Subsidi dan Tindakan
Pengamanan (Safeguard) dalam GATT dan WTO. PT Citra Aditya Bakti, 2018. Hal. 6
[5] Huala Adolf, Op. Cit, Hal. 49.
[6] Drs.T.May Rudy,S.H.,MIR.,M.Sc hukum internasional2 halm 105
[7] Huala Adolf, Op. Cit, Hal. 108-116
[8] Pangestu, Yudha, Bernard Sipahutar, and Budi Ardianto. “Harmonisasi prinsip perdagangan internasional pada GATT dalam undang-undang nomor 7 tahun 2014 tentang perdagangan.” Uti Possidetis: Journal of International Law 2.1 (2021): 81-105.
[9] La Djanudin, Muhajir. “Mekanisme Penyelesaian Sengketa Dumping Antar Negara.” Lex Administratum 1.2 (2013). Halm 127
[10] La Djanudin, Muhajir. “Mekanisme Penyelesaian Sengketa Dumping Antar
Negara.” Lex Administratum 1.2 (2013). Halm 127
[11] Huala Adolf, Op. Cit, Halm 127
[12] Huala adolf hukum penyelesaian sengketa internasional halm 143-150
[13] Huala adolf hukum penyelesaian sengketa internasional halm 150
[14] Huala adolf hukum penyelesaian sengketa internasional halm 150
[15] Huala Adolf, Op. Cit, Hal. 200
[16] Huala Adolf, Op. Cit, Hal 212