Mengarah.com, Palangka Raya – Keputusan Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah. Menunda pencairan dana JHT hingga peserta mencapai usia 56 tahun. Lalu mengapa regulasi tersebut perlu ditolak?
JHT dikumpulkan dari upah pekerja, dan bukan berasal dari uang negara. Pemerintah sama sekali tidak memiliki hak untuk menahan dana tersebut.
Regulasi ini sangat jelas mengabaikan kondisi rill pada sekarang ini. Ditengah pandemi Covid-19 yang merontokan banyaknya sektor seperti sektor industri, yang mana banyak dari nasib pekerja serba tidak pasti
Mereka bisa sewaktu-waktu terkena PHK, untuk diminta berhenti, atau mengundurkan diri dan pensiun dini. Kemenaker berargumen bahwa, kebijakan tersebut untuk dapat mengembalikan fungsi JHT sebagai manfaat bagi pekerja setelah ia pensiun.
Sudah ada program baru yaitu, Jaminan Kehilangan Pekerjaan (KP) bagi mereka yang terdampak PHK. Penjelasan itu mengidahkan kondisi di lapangan karena kriteria mendapatkan JKP sangat rumit.
Tidak semua perusahaan mampu dan mau memenuhi kewajiban tersebut di tengah ketidakpastian usaha. Masalah lain, jaminan kehilangan pekerjaan hanya berlaku bagi mereka yang terdampak PHK.
Sementara, pekerja yang kontraknya sudah habis, mengundurkan diri, dan pensiun dini, tidak mendapatkan fasilitas JKP tersebut. Yang mana, program JKP hanya akan bisa didapatkan oleh segelintir orang yang kehilangan pekerjaan.
Aturan pencairan JHT pada usia 56 tahun menjadi polemik bagi para pekerja di sektor industri. Pemerintah seoalah-olah bercita-cita pekerja sejahtera di usia 56 tahun.
Padahal, pemerintah sedang menjerumuskan pekerja dan keluarganya dalam kemelaratan di usia muda. Pemerintah memang dikatakan memiliki kewenangan dalam menyelenggarakan sistem JHT yang apik. Akan tetapi pencairan JHT merupakan hak peserta sepenuhnya.