Mengarah.com – Kondisi ekonomi global diperkirakan terjadinya resesi ekonomi yang bakal melanda pada tahun 2023, hal ini pun berimbas terhadap Indonesia sendiri mengingat kondisi dunia yang semakin tidak pasti. Penegasan ini telah disampaikan oleh Presiden Jokowi bahwasanya negeri ini untuk tidak gampang berpuas diri meski Indonesia mendapatkan Sertifikat Swasembada dan Ketahanan Pangan.
Ketidakpastian yang masih ada karena dampak Covid-19 yang melanda kurang lebih dua tahun, kondisi ketegangan geopolitik akibat perang Rusia-Ukraina yang berimbas pada kenaikan laju inflasi serta risiko stagflasi menjadi penyebab gelapnya ketidakpastian global yang terjadi. Terjadinya Salah satu pemantik resesi global dengan adanya inflasi yang terjadi di Amerika Serikat yang secara teknikal mengalami resesi, Hong Kong ikut mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi maka perlunya pengaturan kembali instrumen investasi yang aman dikala terjadinya resesi.
Menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo memprekdisikan bahwa perekonomian Indonesia masih cukup kuat. Terlebih dilihat perekonomian di Indonesia tetap tumbuh sekitar 5% di tahun yang akan datang.
Hal ini pun menuntut masyarakat secara umum berpartisipasi adanya perubahan penyesuaian dengan situasi nasional maupun global. Masyarakat harus mempunyai kesadaran pola konsumtif harus bergeser ke pola yang produktif. Lantas, di tengah situasi ekonomi globall yang penuh tekanan instrumen investasi apa yang harus dipilih oleh khalayak masyarakat?
Melansir keterangan dari Perencanaan Keuangan Advisor Alliance Gorup (AAG) Indonesia Dandy bahwa dalam waktu dekat resesi ini bisa mempengaruhi market maka dari itu tidak perlu tamak dan gegabah dalam pengambilan keputusan termasuk instrumen investasi.
Dari berbagai pertimbangan sejumlah instrument dan sektor investasi jangka menengah di tengah ancaman resesi ekonomi menyarankan investasi emas, karena investasi emas adalah penyimpan nilai yang sangat baik dan lindung nilai inflasi yang masih menarik minat sejumlah investor. Logam mulia juga telah menunjukkan korelasi terbalik dengan harga riil yang berpotensi naik ketika inflasi tinggi dan memiliki suku bunga negative yang mengancam mengikis nilai kepemilikan uang tunai.
Sementara itu mengutip pendapat perencana keuangan OneShildt Consulting Imelda T. instrument investasi bisa dialokasikan untuk pasar uang. Dari pada memegang uang tunai ataupun menyimpan di bank lebih baik investasi reksadana juga masih bisa direkomendasikan sebagai instrumen. Reksadana ini mendukung perputaran ekonomi domestik dan dianggap lebih likuid seperti reksadana pendapatan tetap.
Adanya prediksi dari pengamat kebijakan publik bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal III 2022 bisa menembus5,4-6% dengan catatan bahwa adanya pembenahan secara fundamental seperti infrastruktur guna meningkatkan daya saing dengan negara lain.
Maka dari itu di tengah ancaman gelapnya ekonomi global yang berimbas kepada Indonesia strategi investasi dikala resesi ekonomi melanda dengan mencakup shifting dengan mulai beralih ke obligasi jangka pendek dalam jangka waktu investasi untuk waktu tiga tahun, alokasi asetnya menggunakan komposisi saham, obligasi, dan sisanya tentu untuk pasar uang.***
Ditulis Oleh : Esther Evelyn Margareta (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya)***