Mengarah.com – Femisida adalah istilah yang mengacu pada pembunuhan atau pemusnahan yang ditargetkan terhadap perempuan atau perempuan berdasarkan gender mereka. Ini adalah bentuk kekerasan gender yang ekstrem, di mana seseorang sengaja membunuh perempuan karena dia adalah perempuan atau karena dia melanggar norma gender yang ada.
Dilansir dari siaran pers Komnas Perempuan, di Indonesia sendiri mengategorikan kasus femisida sebagai tindak Kriminal biasa. Seperti sanksi bagi kasus yang menyebabkan kematian seseorang perempuan masih mengacu pada pasal 338,339,340,344,345,dan 350 KUHP.
Kasus femisida sebagai tindak pidana khusus dalam pembaharuan hukum yang ada di Indonesia, jika mengacu pada pembunuhan terhadap perempuan. Sudah banyak Regulasi yang mengatur terkait hal tersebut, walau memang dalam pengaturan tersebut tidak secara khusus mengatur terhadap perbuatan yang dilakukan atas dasar perbedaan gender.
Namun pembaharuan hukum tersebut didasari pada femisida sebagai tindak pidana khusus tentu akan melahirkan aturan khusus terkait kasus femisida hal tersebut akan berimplikasi terhadap terjadinya over regulasi, padahal kejahatan terkait pembunuhan terhadap gender perempuan sudah diatur secara general di KUHP, TPKS, PKDRT dan lain sebagainya.
Namun jika melahirkan undang-undang khusus terkait femisida maka akan berdampak pada over regulasi dan disharmonisasi terhadap peraturan perundang-undangan sehingga akan muncul ketidak pastian hukum dalam pelaksanaannya. Perlu diketahui dilansir dari Peraturan.go.id keseluruhan jumlah peraturan perundang-undangan di Indonesia sebanyak 49.229 yang mana untuk undang-undang sendiri berjumlah 1.715.
Sebagaimana disampaikan oleh Montesquieu
“bahwa UU yang tidak terlalu dibutuhkan dan terkesan dipaksakan untuk menjadi UU menimbulkan bahaya bagi sistem hukum secara umum. untuk itu Montesquieu menyatakan perubahan-perubahan yang tidak penting dalam UU yang ada, UU yang sulit dilaksanakan, dan UU yang benar-benar tidak diperlukan, harus dihindari, karena hukum-hukum seperti itu akan memperlemah otoritas sistem hukum secara umum”
Dalam KUHP (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023) sendiri secara inplisit dalam pasal 462 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 tahun 2023 tentang KUHP menyatakan “Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap ibu, ayah, istri, suami, atau anaknya pidana dapat ditambah 1/3.
Sehingga ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 sebenarnya sudah mengakomodir dalam pertangung jawaban hukum yang lebih berat lagi apabila tindak pidana pembunuhan dalam Pasal 462 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tentang KUHP dilakukan terhadap ISTRI dan IBU. Diksi dalam KUHP terbaru tersebut menunjukan eksistensi terhadap kejahatan pembunuhan dilakukan terhadap gender perempuan yaitu IBU dan ISTRI akan ditambah 1/3 ancaman pidana nya dari ketentuan Pasal 462 ayat (1).
Dengan demikian, kasus femisida sebagai tindak pidana khusus dalam pembaharuan hukum di Indonesia hal tersebut akan melahirkan produk hukum khusus guna mengakomodir pertanggung jawaban hukum dari kejahatan femisida. Namun hal tersebut akan memiliki dampak pada saling tumpang tindihnya regulasi satu dengan lainya dan juga disharmonisasi yang mengatur tentang kekerasan terhadap perempuan di Indonesia.
Penulis berfikir bahwa pembaharuan hukum tidak melulu tentang penambahan suatu regulasi khusus yang mengatur dari kejahatan femisida, mengingat dengan sudah banyaknya regulasi yang menjadi dasar untuk menangani kasus kejahatan pada perempuan. Perlu ada upaya yang sebenarnya dapat dilakukan dengan memperkuat implementasi hukum yang sudah ada dengan meningkatkan ketegasan sanksi dan hukuma bagi pelanggar hukum. Dalm hal ini, pemerintah dapat memberikan sanksi tegas dan berat bagi pelanggar hukum yang dianggap merugikan masyarakat
Menurut A Mulder “Straechtpolitiek ialah garis kebijakan untuk menentukan, seberapa jauh ketentuan yang berlaku perlu diubah atau diperbaharui “
Sehingga pembaharuan hukum yang selalu melahirkan aturan lain untuk mengatur hal tersebut perlu adanya langkah kebijakan dalam menganani kasus kekerasan terhadap perempuan (femisida) dan merumuskan apakah aturan aturan yang sudah berlaku sudah mengkomodir segala bentuk tindak pembunuhan terhadap perempuan.
pemulihan lapisan mandi