Investasi Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri

  • Share
Source Foto : dpmptsp.bantenprov.go.id

Mengarah.com – KEBIJAKAN DASAR PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI

Sebagai tempat untuk melakukan kegiatan investasi, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar, antara lain :

  1. Wilayah yang luas dan subur dengan kekayaan alam yang melimpah;
  2. Upah buruh yang relatif rendah;
  3. Pasar yang sangat besar;
  4. Lokasi yang strategis;
  5. Adanya kepentingan untuk mendorong iklim investasi yang sehat;
  6. Tidak adanya pembatasan atas arus devisa, termasuk atas modal dan keuntungan; dan lain-lain.

Dalam rangka pertumbuhan ekonomi dengan memperhatikan potensi yang besar yang dimiliki Indonesia tersebut, maka untuk meningkatkan masuknya investor ke Indonesia dalam rangka pembangunan ekonomi (dimana sebelumnya para investor bersikap menahan diri dan menunggu adanya perkembangan yang lebih favorable untuk memulai dan memperluas investasinya), Pemerintah telah menentukan dan merumuskan kebijakan dasar Penanaman Modal yang dilakukan untuk :

  1. Mendororong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi Penanaman Modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasional;
  2. Mempercepat peningkatan Penanaman Modal.

Kebijakan dasar Penanaman Modal yang ditetapkan oleh Pemerintah yang tertuang dalam bentuk Rencana Umum Penanaman Modal adalah, sebagai berikut :

  1. Memberikan perlakuan yang sama bagi Penanam Modal Dalam Negeri dan Penanam Modal Asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional;
  2. Menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha bagi Penanam Modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya kegiatan Penanaman Modal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan;
  3. Membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan perlindungan kepada usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi.

Sesuai dengan kebijakan dasar yang ditetapkan oleh Pemerintah tersebut, Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada para Penanam Modal, yaitu bahwa Pemerintah tidak membedakan perlakuan terhadap Penanam Modal yang telah menanamkan modalnya di Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan (Penjelasan Pasal 4 ayat (2) huruf (a) UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal).

  1. PERLAKUAN PENANAMAN MODAL ASING

Undang-Undang Penanaman Modal menjanjikan beragam insentif, pelayanan dan jaminan bagi investor. Pemilik modal sangat dimanjakan dan pengusaha asing mendapatkan kemerdekaan berinvestasi yang lebih luas sebagaimana tertuang dalam Bab V UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal Pasal 6, 7, 8, dan 9 yang mengatur mengenai Perlakuan Terhadap Penanaman Modal, yang meliputi :

  1. Perlakuan Yang Sama Kepada Semua Penanam Modal

Negara Indonesia yang menganut sistem ekonomi yang bebas terkendali atau mixed Economy tidak terlepas dan sangat tergantung pada sistem perdagangan Internasional, dimana dewasa ini perdagangan internasional menggunakan sistem, ketentuan dan mekanisme yang telah diinisiasi oleh WTO (World Trade Organizations) dengan salah satu bentuk aturan main (investasi) adalah TRIMs (Agreement on Trade Related Inveswtment Measures). Indonesia telah meratifikasi segenap aturan-aturan dalam TRIMs. Atas dasar ketentuan tersebut, maka kegiatan Penanaman Modal di Indonesia secara logis-yuridis terikat kepada prinsip-prinsip Penanaman Modal Internasional dari WTO dan TRIMs. Prinsip-prinsip tersebut adalah :

  1. Prinsip Non-Diskriminasi. Prinsip ini mengharuskan Host Country untuk memperlakukan secara sama setiap Penanam Modal dan Penanam Modal di negara tempat Penanaman Modal dilakukan. Perlakuan non diskriminasi adalah sangat dibutuhkan untuk meningkatkan alokasi modal dan meminimalisir distorsi-distorsi dalam perdagangan. Prinsip non diskriminasi itu kemudian dapat dibagi dalam dua prinsip utama, yaitu prinsip Most Favoured Nation Treatment dan prinsip National Treatment.
  2. Prinsip Most Favoured Nations (MFN). Merupakan salah satu elemen yang fundamental dari perjanjian investasi internasional dan sistem WTO. Berdasarkan prinsip ini, maka host country harus memberikan perlakuan kepada penanam modal dari sebuah Negara asing sama seperti perlakuan yang telah mereka berikan kepada penanam modal dari Negara asing lainnya.
  3. Prinsip National Treatment. Berdasarkan prinsip ini, host country disyaratkan untuk memperlakukan penanaman modal asing dan penanaman modalnya yang beroperasi di wilayah teritorialnya sama seperti mereka memperlakukan penanam modal domestik dan penanaman modalnya.
Baca Juga :   Sebenarnya Bagaimana Sih Cara Kerja Pasar Saham?

Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, Indonesia memberikan perlakuan yang sama antara Penanam Modal Dalam Negeri dengan Penanam Modal Asing sebagaimana ketentuan Pasal 6 UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang menyatakan, ”bahwa Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua Penanam Modal yang berasal dari negara manapun yang melakukan kegiatan Penanaman Modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Perlakuan yang sama tersebut tidak berlaku bagi Penanam Modal dari suatu negara yang memperoleh hak istimewa. Hak istimewa tersebut antara lain hak istimewa yang berkaitan dengan kesatuan kepabeanan, wilayah perdagangan bebas, pasar bersama (common market), kesatuan moneter, kelembagaan yang sejenis, dan perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah asing yang bersifat bilateral, regional, atau multilateral yang berkaitan dengan hak istimewa tertentu dalam penyelenggaraan penanaman modal.

  1. Tindakan Nasionalisasi

Pada negara berkembang, umumnya berkeyakinan bahwa pembangunan ekonomi akan dapat lebih dikembangkan lagi jika dapat memanfaatkan modal asing yang dapat dimanfaatkan ke dalam sektor-sektor produktif. Indonesia sebagai negara berkembang masih memerlukan modal luar negeri oleh karena valuta asing yang dihasilkan dari ekspor tidak mencukupi. Hal ini sejalan dengan filosofi kebijakan PMA, yaitu bahwa modal asing diperlukan guna melengkapi modal dalam negeri yang tidak cukup kuat memutar roda perekonomian negara. Tetapi manakala modal asing tersebut kemudian mendominasi perekonomian nasional, dan menyebabkan ketergantungan ekonomi, sering timbul sikap permusuhan terhadap PMA.

Sikap bersahabat sering dimunculkan dengan/diwujudkan dalam keputusan politik untuk menasionalisasi atau mengambil alih modal asing. Nasionalisasi juga dapat dilatarbelakangi oleh dekolonisasi ekonomi, yakni keinginan untuk mengubah sistem ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional. Sehingga nasionalisasi dianggap sebagai salah satu risiko terbesar PMA pasca periode kolonialiasme. Apalagi ketika negara asal modal asing tidak bisa lagi memberikan perlindungan kepada investor yang bersangkutan dengan kekuatan angkatan perang karena dilarang oleh piagam PBB.

Baca Juga :   Mengetahui E-Sport Jadi Cabang Olahraga Prestasi

Dalam Hukum penanaman modal yang diberlakukan pada negara-negara penerima modal asing, pada umumnya mencantumkan klausula senada tentang Nasionalisasi. Demikian juga UU penanaman Modal yang dimiliki Indonesia, baik dalam UU No. 1 Tahun 1967 maupun dalam UU Penanaman Modal yang baru yang menggantikan UU No. 1 Tahun 1967 jo Undang-Undang No. 11 tahun 1970 tentang Penanaman Modal Asing, Pasal 21 dan 22 yang diganti UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 7 mencantumkan klausula nasionalisasi yang lengkapnya berbunyi :

  • Pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi atau pengambil alihan hak kepemilikan penanam modal, kecuali dengan undang-undang.
  • Dalam hal Pemerintah melakukan tindakan nasionalisasi atau pengambil alihan hak kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah akan memberikan kompensasi yang jumlahnya ditetapkan berdasarkan harga pasar.
  • Jika di antara kedua belah pihak tidak tercapai kesepakatan tentang kompensasi atau ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelesaiannya dilakukan melalui arbitrase.

Ada banyak istilah yang dipergunakan untuk hal yang sama dengan nasionalisasi, yaitu konfiskasi, onteigening, pencabutan hak. Kesemuanya dapat dikatakan sebagai tindakan pencabutan hak oleh Pemerintah dengan adanya ciri khusus yang membedakan. Terkait dengan istilah nasionalisasi sebagaimana diuraikan di atas, penggunaan istilah nasionalisasi bagi konfiskasi atau expropriation, sebagai berikut :

Ada dua bentuk nasionalisasi, yaitu nasionalisasi yang disertai dengan pembayaran ganti rugi (compensation) yang disebut dengan expropriation dan nasionalisasi yang tidak disertai ganti rugi yang disebut dengan konfiskasi. Dengan demikian konfiskasi merupakan suatu tindakan Pemerintah untuk mengambil milik perorangan tanpa ganti kerugian dan dapat terjadi di segala bidang. Sedangkan expropriation mengandung unsur bahwa pengambilan hak milik perorangan oleh Pemerintah ini dilakukan untuk kepentingan umum dan dengan memberikan suatu macam ganti rugi yang adil. Sedangkan nasionalisasi dilakukan dalam rangka usaha mengadakan perombakan struktural dalam masyarakat dan/atau negara, dimana adanya ganti rugi tidak merupakan suatu keharusan yang mutlak.

Baca Juga :   Mengetahui Apa Itu Upaya Banding dan Kasasi Dalam Peradilan Indonesia

Nasionalisasi adalah alih pemilikan dan kekuasaan atas perusahaan industri atau agrikultural atau harta milik lain dari perseorangan atau perusahaan swasta kepada pemerintah. Menurut hukum, pemerintah umumnya mempunyai hak untuk mengambil alih milik swasta demi kepentingan umum. Nasionalisasi adalah suatu peraturan dengan mana pihak penguasa memaksakan semua atau segolongan tertentu untuk menerima (dwingt te gedogen) bahwa hak memaksa atas semua atau beberapa macam benda tertentu beralih kepada negara.

Dalam Hukum internasional terdapat istilah nasionalisasi, ekspropriasi dan konfiskasi yang sering dipertukarkan karena dianggap mempunyai makna yang serupa. Nasionalisasi adalah pengambil alihan secara menyeluruh terhadap perusahan-perusahaan asing dengan tujuan untuk mengakhiri penanaman modal asing di dalam ekonomi atau sektor-sektor ekonomi dalam negeri, sedangkan ekspropriasi mengacu pada pengambil alihan perusahaan tertentu demi kepentingan umum atau kepentingan ekonomi tertentu dan konfilksasi adalah pengambilaihan hak milik yang dilakukan oleh penguasa demi kepentingan pribadi. Dalam hal ini nasionalisasi merupakan suatu macam ekspropriasi, yang membedakan eksproriasi sebagai :

  1. Individual expropriation. Pada Individual expropriation, baik subjek maupun milik yang bersangkutan ditentukan secara khusus.
  2. General expropriation. Pada General expropriation, hanya milik yang akan dicabut haknya tersebutlah yang ditentukan sedangkan subjeknya tidak. Jika General expropriation dilakukan untuk tujuan merubah strukturil ekonomi dan sosial suatu negara, maka ia merupakan suatu nasionalisasi.

Nasionalisasi mengandung banyak faktor non juridis seperti perasaan nasionalisasi, kehendak akan perubahan sosial dan ekonomi dan lain-lain. Berdasarkan asas-asas hukum umum yang telah dapat diterima dalam hukum internasional, bahwa nasionalisasi harus dilakukan dengan undang-undang disertai pemberian kompensasi. Berdasarkan hal tersebut, maka Nasionalisasi terjadi/dilakukan dengan syarat-syarat yang ketat dan fair bagi pemodal asing maupun negara penerima modal asing, dimana nasionalisasi terjadi apabila undang-undang menghendaki dan harus disertai dengan kompensasi.

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *